Sebuah analogi menarik untuk menggambarkan Daarul Qur’an Group, baik dalam capaian kinerja maupun dalam pengelolaan bisnis. Dalam aspek capaian kinerja, Daarul Qur’an mirip dengan Toyota. Bila digambarkan capaian kinerja sebagai sebuah restoran, maka Toyota adalah sebuah restoran yang menyediakan banyak menu makanan dan terbukti disukai oleh banyak pelanggan.
Sebuah analogi menarik untuk menggambarkan Daarul Qur’an Group, baik dalam capaian kinerja maupun dalam pengelolaan bisnis. Dalam aspek capaian kinerja, Daarul Qur’an mirip dengan Toyota. Bila digambarkan capaian kinerja sebagai sebuah restoran, maka Toyota adalah sebuah restoran yang menyediakan banyak menu makanan dan terbukti disukai oleh banyak pelanggan.
Analisa Produk
Alhamdulillah, Daarul Qur’an sudah memiliki banyak sekali menu-menu pendidikan, yang memang sangat diminati oleh masyarakat Indonesia maupun dunia. Baik pendidikan formal, non formal, dan informal. Baik dari tingkat dasar sampai pendidikan tinggi. Diantaranya Shibyan Daqu, Daqu Fullday, Pesantren Tahfizh Daqu, Muadalah Daqu, Tahfizh Camp, STMIK Antar Bangsa, Institut Daarul Qur’an, Univ. Mahakarya Asia, Pesantren Takhassus Daqu, dst.
Daqu juga memiliki tipe Tesla, sebut saja Daarul Mansur, Qubah Daqu, Quran Call, Yatim Hebat, Daqu Property, Klinik Daqu, Simpul Daqu, Paytren dan TreniNet, dan sederet program dan unit usaha lain dengan pelanggan yang masih terbatas, khusus dan sangat memaklumi kondisi yang ada.
Aspek Manajemen
Setiap model yang dikembangkan, baik Toyota maupun Tesla, pasti memiliki konsekuensi sampai aspek terkecil.
Apa yang dilakukan Toyota agar bisa memproduksi 10jt kendaraan per tahun tanpa ada kesalahan produksi yang besar? Yes, Toyota melakukan perencanaan matang. Toyota melakukan investasi di waktu, tenaga, pikiran dan dana untuk menghasilkan produk yang berkualitas dan tanpa gagal saat produksi.
Di sisi Tesla, dengan fokus pada 1 produk dan jumlah pelanggan yang sedikit, berinovasi dengan cepat, sangat eksperimental dan terus mencari lompatan dalam proses produknya. Jargon yang digaungkan Tesla yaitu move fast break things, fail fast learn faster, Launch early iterate later.
Kondisi ini tentu membuat Tesla banyak masalah, walaupun memproduksi sekitar 25rb kendaraan per tahun. Apa yang menjadi tujuan Tesla? Ternyata Tesla ingin menjadi metode terbaik dan tercepat dalam memproduksi kendaraannya, oleh karena itu yang dibutuhkan adalah inovasi yang radikal/breaktrought innovation.
Aspek Sumber Daya Insani
Dengan jumlah jenis menu dan jumlah produksi yang banyak, tentu Toyota membutuhkan banyak sekali tenaga manusia untuk memastikan kebutuhan pelanggannya terpenuhi, sehingga Toyota pun fokus terhadap pengembangan kualitas para manajer yang ada dibaris terdepan untuk belajar dan terus melakukan perbaikan agar akhirnya inovasi produk Toyota bisa terwujud.
Berbeda dengan Tesla. Tesla terus berupaya menciptakan robot yang cocok untuk proses produksi kendaraan Tesla. Targetnya jika robot-robot tersebut berhasil dibuat, maka Tesla mampu meningkatkan kuantitas produksi berjuta-juta kali lipat dibanding Toyota, dan tentunya lebih efisien karena tidak ada pengeluaran dari aspek manusia.
Hero VS Farmer
Sebagian besar perusahaan yang unggul, berkembang karena dipimpin oleh individu rendah hati yang melihat pekerjaan sebagai penjaga kestabilan dan meningkatkan elemen inti bisnis yaitu orang, proses dan tujuan.
Tesla sangat tergantung pada Elon Musk. Elon seperti hero atau pahlawan yang siap menyelesaikan semua masalah yang muncul. Sedangkan toyota mengedepankan farmer atau petani, mereka adalah manajer lini yang meningkatkan setiap elemen lini secara terus menerus.
Baik hero maupun farmer, masing-masing memiliki kekhasannya tersendiri. Terkadang Kita butuh hero yang terjun langsung untuk menyelesaikan masalah-masalah yang ada, seperti halnya Elon Musk atau Pa Igansius Jonan. Dan kita juga perlu farmer yang menggawangi garda terdepan dalam setiap proses bisnis yang ada
Tenting Inovasi
Toyota meyakini bahwa inovasi hadir dari para farmer. Hal ini benar jika yang dicari ada sustaining inovation, yaitu peningkatan kualitas dari proses dan produk yang ada saat ini.
Namun jika yang dicari adalah breaktrough atau inovasi radikal, distruptive innovation maka yang perlu dilakukan adalah discontinuos improvement.
Yang dibutuhkan dalam innovasi radical adalah orang-orang gila yang cara berpikirnya seperti orang gila yang cara berpikir tidak biasa, ambisi selangit, gak masuk akal, nabrak batas imajinasi manusia. Merekalah yang akan membuka jalan dimasa depan. Dan ternyata hal itu sulit dimiliki oleh para farmer.
Daqu memiliki Kyai Yusuf yang ide-ide nya selalu butuh waktu untuk di cerna, kadang sebagian orang menilai tidak masuk akal, atau bahkan dinilai berambisi. Ternyata hal itu juga dibutuhkan agar Daqu semakin bisa leading sebagai sebuah organisasi nirlaba maupun bisnis.
Dengan semakin berkembangnya Daqu, maka kita perlu mengambil kedua jalan itu. Daqu Way, sebagai kombinasi dari Toyota Way (terencana dan terstruktur) dan Tesla Way (inovatif dan cepat). Daqu perlu hero dan perlu farmer. Daqu perlu continous improvement dan discontinous improvement. Dan tahun 2022 adalah awal untuk memulai Daqu Way. (rzq)